Muhammad Ikhsan

Pengalaman Mengganti Buku Salah Cetak ke Gramedia

17. Nov. 2015

Sekitar sebulan lalu saya ke sebuah mall ternama di Bogor, sebut saja Boqer. Niatnya untuk melihat-lihat harga sepatu, kalau ada yang cocok dengan selera dan kantong mungkin bisa langsung saya beli. Dari hasil inspeksi tiap lantai di Boqer saya menemukan beberapa pasang sepatu yang sesuai selera dan cocok dengan kantong– dengan ketentuan untuk dua minggu kedepan harus makan mie instan campur kardus sepatu.

broke af
GIF via Giphy

Misi utama sudah terlaksana meskipun bisa dikatakan gak sukses-sukses amat. Selanjutnya adalah misi wajib setiap kunjungan ke mall, wisata literasi alias mampir sebentar ke Gramedia. Urutannya adalah baca beberapa komik, keliling-keliling say hai ke buku terbitan baru, baca cover belakangnya; entah potongan isi ataupun potongan pengantar atau mungkin testimoni dari beberapa selebtwit yang akhir-akhir ini agak ngetren. Namun yang utama dari pengecekan cover belakang buku adalah memeriksa kode ISBN yang biasanya tidak jauh dari situ terdapat tempelan harga :)

books
GIF via Giphy

Setelah memeriksa beberapa kode ISBN buku, ada satu buku yang menarik dan cocok di bawa pulang. Maka pulanglah saya dengan membawa kresek Gramed berisi buku Kode Untuk Republik: Peran Sandi Negara di Perang Kemerdekaan yang diterbitkan penerbit Marawa.

Mengganti Buku Salah Cetak ke Gramedia

Dalam beberapa kasus pembelian buku, saya kadang termasuk golongan orang-orang yang tidak langsung membaca buku yang baru saya beli. Hal tersebut berlaku pada buku Kode Untuk Republik selanjutnya sebut saja KUR. Sesampai di asrama, saya cukup keluarin dari kreseknya lalu taroh bukunya di meja serbaguna, sementara kreseknya saya jadikan kantong sampah.

Baru sekitar seminggu kemudian, saat ada keperluan ke Jakarta tepatnya sih ke Sudirman barulah saya membuka plastik dan cap harga buku KUR untuk kemudian saya jadikan teman seperkeretaan. Beruntung saya berangkatnya di jam-jam sepi, jadi bisa duduk dan membaca sepanjang perjalanan.

Belum sampe manggarai saya sudah berhenti membaca, bukan karena sudah selesai tapi karena ada kesalahan teknis berupa cacat cetakan yang lumayan parah. Dari halaman 176, halaman selanjutnya mengulang ke halaman 17 hingga 48. Kemudian berakhir di daftar pustaka. Artinya, saya merasa kegantung gaes. Selama di Jakarta sampe balik lagi ke Bogor saya gak konsen gegera halaman buku yang nge-looping.

read
GIF via Giphy

Sesampai di Bogor, langsung saya foto halaman yang cacat terus saya attach ke akun twitter Gramed [@gramediabooks] sama penerbit Marawa [@MarawaID] pakai kalimat-kalimat komplain curhat. Melalui convo saya dengan kedua akun twitter tersebut saya baru tahu kalo untuk penggantian buku ke penerbitnya langsung dalam hal ini Marawa harus mengirim buku yang cacat beserta struk pembeliannya ke kantor mereka.

Masalahnya, saya buka orang yang senang mengoleksi struk belanja, struknya hilang entah kemana, kayaknya kebuang bersama kertas sampah lainnya di kresek gramed yang saya jadikan kantong sampah. Intinya, pihak penerbit Marawa gak bisa ngeganti buku yang cacat cetak tanpa ada bukti struk belanjaan. Harapan saya sisa ke reply-an akun Gramed.

Maka ke Gramed Boqer-lah saya, ketemu mba-mba kasirnya, curhat bentar lalu di arahkan ke mas-mas trainee di meja informasi yang nyuruh saya nunggu bentar. Kemudian mba-mba kasirnya ke meja informasi, nyalain mikrofon kemudian manggil mas SS kalo gak salah.

Begitu mas-mas SS nya nyamperin ke meja informasi, ya saya curhat lagi, me-review curhatan saya sebelumnya ke mba-mba kasir yang ramah. Tanggapan mas-mas SS kembali bikin sedih, katanya gak bisa ditukar kalo gak ada struk belanjanya. Karena nanti bakalan masalah ketika ada audit. Terus sayanya ditinggal begitu aja di meja informasi.

hhhmmm
GIF via Giphy

Di meja informasi saya gak sendiri, di sisi meja lainnya ada mas-mas trinee yang masih sibuk dengan keyboard komputer, entah nginput data apaan. Sambil dicuekin saya main HP, sambil sesekali menatap mesra ke mata mas-mas trinee. Setelah lebih dari setengah jam main HP di meja informasi, entah karena risih sering saya liatin ato emang kerjaannya sudah selesai, mas-mas trinee yang baik itu ngambil buku KUR yang cacat sambil ngomong “bentar ya mas, saya coba ngomong ke kepala tokonya”.

Gak sampe 15 menit, mas-mas trinee nya sudah datang kembali sambil membawa buku KUR yang cacat beserta satu buku KUR yang masih kebungkus plastik dan bercap harga. Sambil duduk si mas yang baik hati ngomong “maaf ya mas, agak lama tadi harus nego dulu sama kepala tokonya”. Terus, sambil nyodorin dua buku KUR, dia lanjut ngomong “ini buku penggantinya, silahkan dicek dulu”. Voilà, saya dapat buku KUR dengan cetakan yang baik dan benar.

Pesan saya, jangan pernah membuang struk pembelian buku anda sebelum buku itu benar-benar telah terbaca habis.

tags: botani square buku fiksi gramedia novel